Jumat, 22 April 2011

Nikmatnya Semangkuk Bakso


This is me and this is my story
Tujuan dari hidup adalah mencapai sebuah cita-cita yang diinginkan. Kawan, hidup yang sedang kita jalani ini dapat kita ibaratkan sebagai sebuah perjalanan seorang pendaki gunung yang sedang berjuang menuju puncaknya. Saat melangkahkan kaki menuju puncak, terkadang jalan yang dilalui berkabut. Batu besar hingga kerikil kecil pun menjadi penghalang dalam sebuah perjalanan seorang pendaki. Semua halangan satu persatu dilewati oleh seorang pendaki demi mencapai sebuah puncak gunung yang tertinggi.Sering kali dalam mengalami kegagalan orang memaknainya sebagai sebuah garisan takdir dari Sang Kuasa. Namun, aku tidak setuju dengan kata-kata itu. Butuh perjuangan dan kerja keras dalam menjalani hidup ini, karena banyak hal yang ada di dunia ini memiliki sebuah nilai yang berharga. Nilai itulah yang harus diperjuangkan dan didapatkan.
Aku, Vincentius Wishnu Adhitya Putra, teman-teman sering memanggilku dengan sebutan Vincent. Pertemuanku dengan teman-teman se-angkatanku dalam program studi Bimbingan dan Konseling ini lebih tidak setuju apabila kami dipertemukan karena sebagai sebuah garisan takdir dari Sang Kuasa. Menurutku, kami dipersatukan dengan motivasi yang berbeda-beda sehingga kami dipertemukan pada bulan Agustus 2008 dalam satu angkatan di program studi Bimbingan dan Konseling. Jumlah mahasiswa dalam angkatanku tidak lebih dari 100 orang, hanya 60 orang saja. Dapat dikatakan program studi Bimbingan dan Konseling termasuk dalam golongan program studi dengan kelas kecil dalam Universitas Sanata Dharma. Mayoritas peminat program studi ini adalah kaum hawa.
Vivo Causa Amandum1
Aku hidup karena dicintai, itu adalah alasan yang paling mendasar mengapa aku bisa hidup dan bertahan hingga sampai saat ini. Hidup yang dimulai pada tanggal 22 Juli 1989 lalu di Madiun. Karena sebuah cinta yang diberikan oleh keluarga, teman, dosen dan orang-orang disekitarku aku dapat tumbuh menjadi seorang pribadi.
Kawan, ketahuilah bahwa aku dapat masuk ke dalam program studi bimbingan dan konseling ini merupakan sebuah perjuangan bagiku. Saat mendaftar sebenarnya pilihan pertamaku dalam memilih jurusan adalah program studi Psikologi, sedangkan pilihan kedua adalah program studi Bimbingan dan Konseling. Namun pada saat pengumuman, akhirnya aku masuk dalam program studi Bimbingan dan Konseling. Aku senang sekali saat menerima hasil pengumuman karena aku dapat diterima di program studi Bimbingan dan Konseling. Aku berpikir tidak apa-apa aku tidak dapat masuk psikologi, toh program studi Bimbingan dan Konseling masih mirip-mirip ilmunya dengan ilmu Psikologi. Ketertarikanku untuk menjadi seorang guru BK karena aku mengagumi sosok guru BK di SMA ku. Bagaimana cara beliau memberi motivasi dan membantu segala persoalan siswanya menjadikanku menginginkan untuk menjadi seorang guru BK. Awalnya aku berpikir bahwa untuk menjadi guru BK harus bersekolah di jurusan psikologi. Namun ternyata di Universitas Sanata Dharma terdapat jurusan Bimbingan dan Konseling.
Belajar dari ungkapan BODOH KAU!
            Tahun 2008 adalah tahun pertama aku memulai merajut cita-citaku di kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada tahun pertama kuliah, aku tinggal satu kos bersama adikku di asrama ampel 2 Papringan. Sebenarnya aku ingin tinggal di kos sendiri, tidak dengan adikku. Akan tetapi orangtuaku tidak menghendaki demikian karena dengan alasan aku masih belum mengenal Yogya sehingga aku tinggal satu kamar dengan adikku di asrama ampel 2 Papringan (orang-orang yang tinggal di sekitar jalan ampel biasa menyebutnya dengan asrama anak-anak De Britto). Mau tidak mau aku pun harus beradaptasi dengan aturan-aturan yang berlaku di asrama tersebut. Tidak terlalu sulit bagiku untuk beradaptasi dengan lingkungan asrama karena sewaktu masih SMA aku juga tinggal di asrama.
            Semester pertama merupakan semester yang berat bagiku. Beradapatasi dengan teman baru, dosen, ruang mata kuliah yang selalu berpindah-pindah, dan mata kuliah yang diberikan. Aku tergolong orang yang pemalu untuk mengajak berkenalan. Waktu itu sedang diadakan kegiatan menyusun KRS (Kartu Rencana Studi). Kemudian ada seorang teman yang menyapaku dengan senyumnya yang ramah, “Halo… aku Dik, siapa namamu? Asalmu darimana?”. Aku pun menjawab dengan tersenyum pula, “Aku Vincent, aku asalnya dari Madiun”. Ketika pertama kali aku masuk dalam bangku kuliah, hanya satu teman saja yang aku kenal yaitu Dick. Oh ya ada satu lagi teman yang aku kenal juga sebelum Dick, nama panggilannya Wiwik. Aku mengenal Wiwik karena pada saat kegiatan INSADHA (Inisiasi Sanata Dharma) aku satu kelompok dengan dia.
            Satu minggu…. Dua minggu… Tiga minggu… tak terasa aku telah menjalani perkuliahan ini hampir satu bulan. Ternyata seperti ini rasanya menjadi mahasiswa. Banyak tugas yang harus dikerjakan. Belum lagi jika tugas-tugas yang diberikan oleh dosen diberikan secara bersama-sama. Ahhhhhhh… ingin rasanya aku berteriak karena banyaknya tugas yang diberikan oleh dosen. Apalagi dengan matakuliah Pengantar Pendidikan. Aku paling tidak suka dengan matakuliah ini. Sungguh aneh menurutku suasana perkuliahannya. Masak setiap mahasiswa menjawab pertanyaan dari dosen hanya dua kata saja yang terucap dari mulut dosen BODOH KAU! Sempat aku dibuat stress saat mengikuti perkuliahan ini. Setiap ujian tengah semester nilai E yang selalu kudapatkan. 
            Sering kali aku merenungkan mengenai diriku sendiri ketika aku melihat hasil dari nilai ujian tengah semester. Hanya satu mata kuliah saja yang membuatku harus belajar lebih keras yaitu Pengantar Pendidikan. Aku pun merenungkan ungkapan keras dari dosen mata kuliah ini yang pernah dikeluarkan kepada mahasiswa yang salah menjawab pertanyaan dan aku salah satunya. Jika didengar ungkapan dosen itu sangat menyakitkan sekali. Lalu apa sisi positif dari ungkapan beliau? Apakah ungkapan beliau justru membuatku malas belajar dan tidak mau mencoba memperbaiki kesalahan? Setelah cukup berpikir dan merenung-renung, aku pun dapat mengambil sisi positif dari ungkapan keras dosen. Sepertinya dosen berkata keras dengan kata-kata BODOH KAU! agar mahasiswanya dapat belajar lebih giat lagi. Aku pun memperbanyak jam belajarku untuk memahami materi mata kuliah Pengantar Pendidikan, hingga akhirnya saat pembagian hasil final aku mendapatkan hasil yang cukup baik, aku mendapatkan nilai B. 
Nikmatnya semangkuk bakso
            Di program studi Bimbingan dan Konseling Sanata Dharma, setiap angkatan memiliki dosen pendamping. Dosen yang menjadi pendamping angkatanku saat itu adalah Dra. M.J Retno Priyani, M.Si.  Angkatan kami sudah menganggap dosen pendamping kami seperti ibu sendiri. Maka tak heran beberapa dari teman-teman mahasiswa angkatan 2008 menyebut beliau dengan istilah bunda. Tugas dari pendamping ini adalah mendampingi mahasiswanya dalam menyusun KRS dan evaluasi setiap semesternya. Tradisi evaluasi ini sudah terjalin mulai semester awal. Tempat pertama angkatan 2008 mengadakan evaluasi bertempat di ruang laboratorium praktek BK.
                                 
            Saat aku berada di semester tiga, kira-kira sekitar bulan Desember 2009 aku mengikuti kegiatan PPKM II (Pelatihan Pengembangan Kepribadian) di wisma Salam, Magelang. Kegiatan itu merupakan kelanjutan dari PPKM I. Dalam PPKM II, pesertanya hanya sebatas mahasiswa prodi saja. Isi bahasan dari PPKM II mengenai menjadi pribadi yang militan. Di sela-sela kegiatan, Bu Retno selaku pendamping dalam kegiatan PPKM II mengajak mahasiswa untuk membicarakan mengenai evaluasi. “Teman-teman, apakah ada yang punya usulan dimana kita akan mengadakan evaluasi? Tempat untuk evaluasinya bebas, tidak harus di lingkungan kampus”, sembari tersenyum beliau meminta usulan kepada kami. Selang beberapa menit kemudian, aku pun memberikan usulan “Bagaimana kalau kita mengadakan evaluasi di bawah pohon beringin PGSD saja. Nanti kita duduk dibawah dan memakai tikar. Kemudian kita kumpulin uang bersama untuk kita belikan makanan dan kita makan bersama-sama setelah evaluasi. Bagaimana teman-teman? Kalian setuju gak dengan ide saya?”.  Akhirnya banyak teman yang menyetujui dengan ide saya. Bu Retno juga menjanjikan akan membuatkan bakso. Saya pun ditunjuk sebagai koordinator acara evaluasi ini.
            Hari Sabtu bulan Desember pukul 09.00 WIB kami berkumpul di bawah pohon beringin dengan beralaskan tikar. Di lorong dekat papan pengumuman sudah tertata rapi mangkok-mangkok bakso. Kami pun mulai melaksanakan evaluasi bersama. Dalam acara evaluasi ini, Dick ditunjuk sebagai moderator yang mengarahkan jalannya acara. Kami pun mulai sharing dan saling membagikan perasaan serta pengalaman selama satu semester yang telah terlewati. Tak terasa satu jam telah berlalu. Kini saatnya untuk menyantap hidangan bakso. Saat makan bakso, kami pun juga saling berbagi pengalaman dengan teman-teman yang lain. Sungguh indah suasana yang terjadi saat itu. Ini bukan soal bakso-nya. Tapi bagaimana semangkok bakso ini bisa menghantarkan perasaan, harapan, dan impian kami masing-masing sehingga kami bisa saling bersatu padu. Sungguh luar biasa! Hal yang sepele bisa berubah menjadi hal yang sangat istimewa. Benar-benar nikmat bersama kalian. Aku senang dengan kebersamaan ini. Kalau aku ingat kisah ini, ingin rasanya aku mengulang kembali untuk bertemu dan berbagi cerita bersama. Untuk sahabat-sahabatku mahasiswa BK angkatan 2008, aku persembahkan puisi pendek ini untuk kalian.

SAHABAT
Sahabat, kau adalah desiran ombak peluluh batu karangku
Karenamu, seorang yang berputus asa menjadi hidup kembali
Sahabat, kau bagaikan air yang menyegarkan setiap makhluk di muka bumi
Karenamu, seorang yang penakut menjadi menyatakan dirinya pemberani
Kebersamaan yang telah kurangkai bersamamu tak kan ku lupa sampai ajal menjemputku
Terima kasih sahabat     
                                  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar